Monday, April 29, 2019

"Are You Okay?"

     


     Kira-kira apa yang harus aku tulis malam ini. 
    Tentang hujan? Malam yang syahdu karena hujan turun deras saat ini. Hujan yang entah kenapa selalu datang di saat aku butuhkan.  
Tentang hari yang aku lalui?2 hari dimana aku harus mengalami dua hal yang paling aku benci dan membuatku kembali rapuh sekaligus berusaha menelan itu semua agar terlihat tegar.
Tentang rasa yang kembali hadir? Tentangmu? Ya, kau yang menyeruak datang tiba - tiba lalu memporak porandakan semau hatimu semua yang sudah aku tata rapi sedemikan rupa.
Bagaimana kalau semua itu ada di ceritaku malam ini?


    Kau sangat mengenalku, betapa aku mencintai hujan meski terkadang rinainya membuatku demam dan jatuh sakit. Tapi, besoknya ketika hujan turun kembali aku menyambutnya dengan ceria. Senyum lebar dan merentangkan tangan meraih bulir-bulir air, membiarkan jatuh lalu membasahi wajah dan lenganku. Sama seperti itu rasaku untukmu. Mungkin kau tak pernah tahu atau mungkin kau tahu tapi memilih diam.
    Kemarin hujan deras dan aku melipat payungku. Tak kupedulikan gigil dingin tubuhku dan detik dimana aku tahu demam akan menyerangku malam itu. Benar saja, demam itu datang dan membuatku terdampar di ruang UGD. Mataku terasa panas, bukan... bukan karena demam. Melainkan realitas akan ada tusukan beberapa jarum di lenganku, satu... atau bahkan tiga kegagalan sebelum akhirnya para perawat itu menemukan pembuluh darahku. Dulu, ada dirimu di sampingku atau lewat telepon saat kau jauh di luar kota. Mataku memanas. Malam itu.... di ruang UGD aku sendiri, menerima 4 tusukan jarum injeksi. Tanpamu.

    Meski sudah 135 hari tanpamu rupanya ada sebagian yang belum terbiasa di diriku. Biasanya aku langsung memberimu kabar. Kali ini tidak. Dan aku terdiam sepanjang malam menatap jam dinding yang terpasang di dinding ruang UGD. Mendengarkan hujan di luar sana, suara seorang ibu yang menghibur anaknya, percakapan suami istri tentang bagaimana mereka harus meninggalkan anaknya pada tetangga malam itu, mendengar hasil observasi dokter dan memerintahkan asistennya menyiapkan obat, termasuk untuk diriku. 
    Drrrtt...drrttt.... 
Beberapa message masuk ke hpku. Dari teman-temanku menanyakan kabar, ada apa denganku, apakah baik-baik saja. Tak satupun darimu. Memang, sengaja aku menuliskan kondisiku di laman media sosialku. Benar, aku berharap kau membacanya dan menelepon atau message. Rupanya tidak.
Sampai 3 jam kemudian saat aku sudah diperbolehkan pulang.Tidak ada respon darimu. Kau sudah membaca atau belum? 

    Sesampainya di kamar dan aku bengong, tanpa sadar ada air mata yang turun. Bukan karena sakit demamku, entahlah ada yang terasa ngilu di salah satu sudut hatiku. Aku sudah bertekad menata hati sejak 134 hari lalu, melupakanmu, pergi menjauh darimu, menghapus semua tentangmu bahkan no teleponmu. Satu mungkin yang terlupa. Menghapus rasa itu dari hatiku. 
    Drrrtt....
    Tanpa melihat caller id aku angkat ponsel di sampingku.
    "Are you okay?"
    Aku terdiam. Berusaha mencerna.
    "Mey, kamu masuk UGD kenapa? Answer me!"
    Mey. Bahkan dia masih memanggilku seperti itu. Dan akupun luruh. Perjuangan 135 hariku membangun dinding tinggi untuk menghalau bayangmu itu runtuh. Ganti dirimu yang terdiam mendengarku menangis, membiarkan sampai aku selesai menumpahkannya, kau sangat mengenalku.
Bahkan mungkin lebih dari aku mengenal diriku sendiri. Aku yang tidak pernah bisa mengenalmu, memahamimu, sampai detik ini. Kau yang memutuskan untuk mengakhiri semua itu, meninggalkanku, dan menyuruhku melupakanmu. Memilih jalanku sendiri, tanpamu. Dan, saat aku sudah berjalan sendiri, kau menoleh dan kembali menarikku.

    Aku berharap kau tak pernah bertanya "Are you okay?" malam itu.

    


No comments:

Post a Comment