Tuesday, April 30, 2019

"I'm Sorry to Make You Feel That Way"



Aku menyukai bunga matahari.
Kau lebih menyukai kucing dan kura-kura.
Aku menyukai sunrise di tepi pantai.
Kau lebih memilih senja di puncak gunung.
Aku menyukai hujan dan pelanginya.

Kau menyukai matahari dan awan putihnya.
Kau pecinta kopi dan terpaku pada buku di pangkuanmu.
Aku hanya bisa mencium aroma cappuccino dan terpaku pada suasana riuh sekitarku.

Aku dan kau terlalu berbeda. Jalan yang kita pilihpun selalu berbeda.
Tangan kita memang selalu terpaut satu sama lain tapi entah kenapa langkah kaki kita selalu menyeret masing - masing dari kita ke arah yang berbeda. Selalu begitu.
Terkadang lelah membalut hatiku, ingin menghempas lepas genggaman tanganmu dan terbang bebas. Pergi. Sendiri. Terbebas dari semua.

Hingga pada suatu senja bertabur sinar keemasan, kau melepasku. Kau membiarkan aku pergi. Seiring langkahku yang menjauh, kau masih di sana, di tempatmu berdiri, tersenyum melepaskanku.
Aku tidak tahu apa yang sebenarnya aku rasakan saat itu. Bahagia? Sedih? Terpuruk? Sakit? Entahlah. Seperti mati rasa. Hampa. Berbanding terbalik dengan yang aku bayangkan selama ini.
Namun, semuanya sudah terlambat. Di penghujung hari itu kita berpisah. Memilih jalan masing - masing.

Di sini aku, menghitung 135 hari sudah berlalu.
Di sini aku, menangis dan diujung telepon itu kau hanya terdiam.
Di sini aku, menyesali pertanyaan "Are you okay?" yang merapuhkanku.

"Kau pergi lalu datang lagi, tapi tidak ingin kembali."
"Sorry, I didn't mean it. Aku sudah melepasmu, just go and keep move on"
"Bagaimana aku bisa move on dan melupakanmu jika kau selalu datang dan datang lagi?"
"Sorry to make you feel that way. I never want to hurt you even though you end up being hurt by me."

Malam itu, aku tahu dari kata "maaf" itu bahwa kita masih di jalan masing - masing.

No comments:

Post a Comment